Selamat Datang di Blog SMP Negeri 10 Tarakan.

Senin, 01 Desember 2008

Selamat Hari Guru 2008

Photobucket

Peringatan Hari Guru tahun ini sungguh istimewa. Betapa tidak, mulai tahun 2009 pemerintah berani mematuhi amar UUD 1945 (Amandemen) mealokasikan dana pendidikan 20% dalam APBN dan APBD. Keberanian pemerintah lebih berpihak secara nyata kepada pendidikan (dan guru) kini dapat dikatakan berbelok arah. Maksudnya?

Dulu, dapat dipahami, banyak pihak begitu sebal melihat para pengambil kebijakan negeri ini, menempatkan pendidikan pada wacana pidato-pidato doang, tetapi begitu menyangkut dana, berjibun alasan siap sedia. Kini, acung jempollah yang pantas diajukan. Eloknya pula, dipatri pada UU Guru dan Dosen, dan beberapa UU pendukung. Tapak-Tapak Pendidikan dipancangkan kokoh. Selamat para guru, bengkitlah pendidikan, jayalah bangsa.

Sejatinya, usaha perbaikan pendidikan, tepatnya peningkatan kualitas pendidikan berjalan bersamaan dengan proses pendidikan itu sendiri. Hanya saja, dapat dikatakan setengah hati. Bahkan, guru dijadikan sansak. Kualitas pendidikan rendah, guru disalahkan. Tanpa menghiraukan, guru itu manusia.

Guru perlu kehidupan layak. Guru perlu meningkatkan kualifikasi pendidikan, perlu membaca, membeli koran, buku, sampai asset internet. Sementara, gajinya kecil. Lalu, didengung-dengungkan, guru itu panggilan. Biar gaji kecil, kalau hati kecil bicara, peran pendidikan pastilah yang utama. Bahkan, gaji memadai tidak mesti mendorong guru bergiat mendidik, kualitas pendidikan belum tentu lebih baik. Tentu saja hal tersebut perlu diuji.

Kini, dengan usaha ada upaya sistematik perbaikan kualitas pendidikan, guru professional adalah jawabannya. Kalau kualifikasi rendah, untuk mencapai kualifikasi standar, S1 atau D IV, berbagai program disediakan dengan dananya. Kalau kompetensi rendah, aneka program mendukung dicanangkan. Guru, kata seorang PNS-non guru, sungguh dimanja. Entahlah.

Pada tingkat lebih serius, bahkan guru wajib bersertifikat. Sekalipun kesannya bak bekerja di perusahaan, padahal ranah pendidikan, baik pulalah itu. Sertifikasi didanai dengan dana sangat besar. Kalau tidak lulus fortofolio, disediakan jalur tambahan, Diklat. Ya, guru dimudahkan. Lalu, apa ‘jawaban’ guru?

Ya, semestinya dengan kinerja yang lebih baik, dan hasilnya terlihat dari meningkatkan kualitas pendidikan. Tentu, lima atau sepuluh tahun ke depan. Harap pula dimaklumi, begitu kesejahteraan meningkat, serta merta hasilan pendidikan meningkat, itu mimpi namanya. Proses ke arah itu sedang berlangsung.

Guru-guru yang beruntung, yang lulus sertifikasi sebagai penanda kompetensinya diakui, kini mulai menuai kenaikan gaji melipatganda gaji pokok. Sebagai dosen yang bertugas 24 tahun dengan golongan IV, saya bergaji sekitar Rp.3 juta, kalau jauh dari guru yang hampir Rp.4,5 juta pada golongan yang sama. Pastilah sudah, kalau hanya bersandarkan gaji, banyak pejabat di birokrasi pendidikan, gajinya kalah banyak dari guru.

Oleh sebab itu, wajar berbagai kalangan nantinya menuntut guru dengan unjuk kerja standard. Artinya, semakin gaji meningkat, kinerja dan hasilnnya terlihat nyata. Untuk itu, tunjukkanlah —terutama bagi guru yang telah bersertifikasi— penampilan guru sesungguhhnya.

Jadilah guru tauladan bagi yang belum bersertifikat. Penuhi kewajiban mengajar 24 jam, dan tunjukkan RRP, sistem pembelajaran, dan hasilnya sebaik mungkin. Hingga, nanti tidak dituding: “Tu, gaji sudah naik, performans tidak lebih baik”. Perlu direnungkan, semakin pendapatan kita bertambah, kebutuhan meningkat. Dan, kalau tidak hati-hati memenej, pendapatan yang lebih baik bisa mengewewakan.

Bersaman dengan itu, semoga dengan kesejahteraan lebih baik, juga menampakkan citra diri. Hal membinungkan, bagi mereka yang belajar pendidikan sungguh-sunguh, kalau dilihat dari hasil UN dari tahun ke tahun sungguh mencengangkan. Semua pihak prihatin, kualifikasi dan kompetensi guru dipertanyakan, e … pada UN guru berjaya meluluskan lebih 90% peserta UN. Artinya, dengan kemampuan seadanya saja, sangat berhasil. Apalagi kalau kualifikasi dan kompetensi, dan professional pula, sungguh akan hebat hasilnya.

Atau, jangan-jangan ada apa dibalik kesuksesan itu. Dengan kata lain, pendidikan mempunyai roh, membentuk manusia yang manusia. Istilah Prof. Wahyu, manusia berkepribadian. Jadi, tanamkan hal tersebut dengan iklhas. Hindari pihak mana pun yang merusak sendi-sendi pendidikan, apa pun alasannya.

Akhirnya, selamat Hari Guru. Guru professional.

Bagimana menurut Sampeyan?